Horison

Horison

Senin, 28 Oktober 2013

Perjalanan sial



Saya termasuk pekerja migran alias pendatang di kota penghasil tembakau di Jawa Timur alias Kota Jember. Asal dari Surabaya, kalau dilihat di peta paling-paling cuma sejengkal, tapi kenyataannya sejengkal itu berjarak 200 km atau 4 jam perjalanan mobil pribadi, 6 jam bis umum, 7 jam travel, 3 jam 45 menit kereta. Kenapa hapal konversi waktunya karena sudah 8 tahun tinggal disini dan setiap akhir pekan pasti pulang ke Surabaya. Type pekerja PJKA (Pulang Jumat, Kembali Ahad) he he he….

Walaupun termasuk jalur utama di pulau Jawa, jalan raya mulai dari Probolinggo ke Jember sangat memprihatinkan karena jalannya sempit alias cuma dua lajur serta ada beberapa bagian yang berlubang maupun bergelombang padahal yang lewat amit-amit alias truk-truk besar pengangkut barang kebutuhan pokok termasuk bonus jalan yang menanjak dibeberapa titik sehingga jalur ini terhitung padat. Sehingga yang normalnya perjalanan 4 jam bisa molor jadi 5 -6 jam, tergantung sikon. Nah ngomong-ngomong mengenai perjalanan PP Surabaya – Jember ini saya punya pengalaman yang tidak mengenakkan, bayangkan di jalanan selama 13 jam!

Hari Jumat seperti biasalah di kantor merupakan hari krida alias kerjaan bisa ditunda ke hari senin he he he tidak menyangka bakal jadi hari sial saya pulang ke Surabaya. Oleh orang rumah sudah dikasi saran pulang aja naik kereta jadi sampai di Surabaya jam 5 pagi, tidak saya gubris. Saya pikir perjalanan bakal lancar seperti biasa dan sampai ke rumah jam 11 malam. Tidak ada firasat buruk sebelumnya, tibalah jam 5 sore langsung cabut menuju terminal untuk naik bus. Ehhh sampai diterminal kok dapat bis patas yang bagus dan sudah hampir penuh alias siap berangkat. Naiklah Saya ke bis itu, tidak berapa lama berangkatlah bis itu. Selama perjalanan jalanan padat karena hujan dan banyak truk-truk bersliweran.

Menjelang masuk Kota Probolinggo jam 20.00 wib tiba-tiba perjalanan mulai tersendat-sendat dan bis mulai mengalihkan jalurnya melalui jalan yang tidak biasa. Ternyata ada banjir di kota Probolinggo! Saya pikir Cuma pendek saja karena bis masih bisa menerjang dan berjalan pelan-pelan. Cuma saya heran kok lewat kota tapi banjirnya tinggi dan jalanan lumayan sepi. Pikiran buruk saya simpan saja, apalagi ketika masuk terminal pada pukul 21.00 wib suasana ramai seperti biasa. Nah ketika diterminal itulah saya mulai curiga kenapa bis tidak segera berangkat apalagi penumpang sudah penuh, apalagi dengar orang ngobrol jalur probolinggo – pasuruan banjir 1 meter dan berbaia kabar lainnya. Ditambah teman saya yang naik mobil pribadi yang berangkat sejak jam 4 sore masih berada di Probolinggo terjebak macet!

Nahh! Pikiran mac gyver saya segera bekerja keras, ada apa yang salah? Apakah ada plan B pulang ke Surabaya apalagi kalau macet seperti ini bisa-bisa sampai pagi di jalan. Pikir punya pikir akhirnya dari pada membusuk di bis tidak bisa kemana-mana saya putuskan turun dari bis dan gambling naik kereta malam ke Surabaya. Saya pikir kalaupun sama-sama macetnya jalur kereta lebih tinggi dari jalan, ada ac dan ada kamar mandi dan kantin jadi mau macet sampe besok siang juga tidak masalah. Akhinya saya putuskan turun dari bis, masalah kedua muncul naik apa ke stasiun kereta? Karena lokasi stasiun kereta juga masih jauh kl 15 menit naik sepeda motor. Lah saya naik apa kesana? Apalagi banjir. Tanya punya tanya akhirnya ada ibu-ibu penjual camilan kasihan sama saya trus manggilin tukang ojek buat mengantar saya ke stasiun. Tarifnya berapa coba saudara-saudara?? Rp. 30.000,- dan tidak mau di tawar dengan alasan kota banjir. Ya sudahlah akhirnya saya naik sepeda motor bututnya ke stasiun.

Tapi apa yang terjadi??!! Banjirnya ternyata tinggi dan berarus pula seperti sungai dan jalan yang akan dilalui tergenang banjir. Salut sama pak ojek menembus banjir lewat jalan-jalan tikus yang notabene banjir juga setinggi lutut bahkan sampai merendam mesin, tapi motor bututnya tetap bekerja walaupun jalan pelan-pelan. Setelah 30 menit berjuang sampailah di jalan besar, tapi stasiun masih jauh, Ternyata perjuangan belum selesai....didepan mata banjir lebih besar masih ada, orang-orang sekitar menyarankan motor di tuntun alias jalan kaki. Benar saja, jalan berubah jadi sungai berarus pada saat melewati arusnya deras dan disertai pasir. Walhasil perjalanan ke stasiun harusnya cuma 15 menit molor jadi 1.5 Jam. Sampai stasiun alhasil baju dan celana basah kuyup sekaligus kelaparan karena belum makan malam. Untungnya stasiun Probolinggo loket tiketnya masih buka padahal sudah jam 11.30 malam sehingga ada tempat menunggu yang kering, sekaligus tempat ganti baju. Sambil menunggu pintu ke ruang tunggu di buka jam 1.30 pagi saya mencari makan di luar karena sudah kelaparan, nahhhh untungnya lagi masih ada penyetan buka. Makan deh disana, sambil makan saya kontak teman saya yang kabarnya masih terjebak macet, katanya makin parah banjirnya dan saking macetnya posisinya tidak bergerak sama sekali sejak jam 9 malam tadi he he he ternyata senasib.

Tunggu punya tunggu akhirnya kereta dari Banyuwangi pun datang jam 03.00 atau telat 30 menit dari jadwal, sedangkan kereta dari Surabaya telat lebih dari 1.5 jam karena banjir menggenangi rel. Akhirnya bisa naik kereta Mutiara Timur menuju Surabaya setelah terkatung-katung di jalanan hampir 11 jam. Nah pada saat kereta mulai jalan saya melihat keluar jendela sepanjang jalan terlihat kemacetan dan airnya belum surut, dan macetnya itu sampai Pasuruan. Setelah 13 Jam! Iya 13 Jam di jalan akhirnya sampai juga di kota tercinta jam 05.00 dengan badan lemas gara-gara masuk angin he he he he. Dan teman saya yang terjebak di jalan itu sampai Surabaya baru jam 12.00 siang ! Haaaa!!

Itulah perjalanan paling sial yang pernah saya alami selama perjalanan PP Jember – Surabaya, tapi terkenang juga kapan lagi bisa menikmati banjirr, naik ojek, muter-muter, nunggu di stasiun sampai berjam-jam.

Kamis, 17 Oktober 2013

Pulau Sempu 2012



Lanjut cerita The Pants Boot Camp yang saya tulis bulan Januari 2013, belum sempat saya lanjutkan karena kesibukan kerja dan kegiatan-kegiatan lain yang menyita waktu, tenaga, daya dan upaya…ngomong apa sihhhhhh. Sampai mana tadi? Oh iya melanjutkan cerita petualangan kami di Pulau Sempu dimana seluruh persiapan sudah siap tinggal berangkat saja. Untuk masalah keberangkatan kami berangkat dari Kota Malang jam 05.30 pagi agar sampai di pelabuhan Sendang Biru (http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Sempu) tidak terlalu siang mengingat jarak tempuh kota Malang ke Sendang Biru kurang lebih 2 Jam perjalanan atau 75 km dari kota Malang. Transportasi yang digunakan kali ini adalah satu unit MPV dan Izusu Elf kapasitas 12 orang karena pesertanya banyak (17 orang!!) disertai peralatan yang luar biasa berat dan banyak. Untuk yang ingin kesini tapi menggunakan kendaraan umum juga bisa kok ini panduannya :
  1. Dari Terminal Arjosari ke Terminal Gadang dulu naik angkutan kota dengan kode “AG” dengantarif antara Rp. 4.000,- sd Rp. 5.000,-
  2. Lanjut dari Terminal Gadang, cari Colt L 300 arah Turen (banyak kok jangan khwatir) dengan tarif antara Rp. 5.000,- sd Rp. 6.000,-
  3. Nahhh sampai di Turen tunggulah angkutan kota (angkot) menuju pantai Sendang Biru. Agak lama ya nunggunya tapi worth it lah kan kalo mau ke surga harus susah-susah dulu..........
Akhirnya setelah menempuh perjalanan brutal serta ajrut-ajrutan selama 2 jam (karena jalan Turen – Sendang Biru agak bergelombang) maka sampailah kita ke pelabuhan Sendang Biru, Malang Selatan ni penampakannya :


Sesampainya di Pelabuhan Sendang Biru segera kami menuju kantor BKSDA untuk mengurus ijin masuk ke Pulau serta menyewa guide menuju Pantai Segara Anak. Adapun biaya yang dikeluarkan antara lain  :
- Membayar ijin masuk biaya per orang @Rp. 5.000,00
- Retribusi ijin bermalam @Rp. 5.000,00.
- Ijin Polhut Rp. 30.000,00/team.
- Jasa pemandu tinggal menambah lagi Rp. 100.000,- per pemandu.
- Sewa sepatu trekking Rp. 10.000,-
Sarannya untuk yang belum pernah ke Pulau Sempu sewalah pemandu biar tidak tersesat.

Ijin ini harus diurus karena bila tidak diurus pemilik kapal tidak mau menyewakan kapalnya, setelah menunjukkan bukti pengurusan bisa langsung naik kapal adapun sewa kapal Rp. 100.000,- per kapal PP, tinggal telpon kalau minta di jemput. Keren kan....he he he. Kapalnya sendiri bisa menampung 10 – 20 orang jadi mending kalau ke Pulau Sempu berkelompok supaya irit. Untu menuju pulau Sempu sendiri ditempuh dengan waktu kl 10 – 15 menit dari pelabuhan Sendang Biru, dengan mendarat di teluk Semut. Tapi jangan girang dulu yaaa, perjalanan sesungguhnya baru akan di mulai, perjalanan neraka selama 2 jam dengan ransel 15 kg yaitu trekking.........




Pada foto ini penampakan penulis yang lagi nunduk dibelakang pake kaos biru dan celana kargo coklat. Foto diambil di pelabuhan Sendang Biru menjelang naik ke kapal pendarat.

Akhirnya dimulailah perjalanan 2 jam menembus hutan di Pulau Sempu, perjalanan berat karena semalam baru saja hujan sehingga becek dan penuh lumpur yang memakai sepatu trekking saja sampai kesulitan karena medannya yang berat. Sebagai catatan sepatu saya Catterpillar model sepatu tentara sampai tidak keliatan bentuknya karena penuh lumpur. Berkali kali kami harus berhenti untuk istirahat karena beban yang dibawa cukup berat dan lagi usia yang sudah tidak muda lagi.




Nih lagi ngos-ngosan mengumpulkan tenaga buat latihan angkat beban, ehh salah dink angkat tas. Tiap 500 meter istirahat, so kapan sampainya. Sampai2 guide nya geleng-geleng kecapekan istirahat terus he he he he.

Medannya kalau kering relatif mudah dilalui, tapi kalau becek sepertyi ini licin, lumpur dan tonjolan batu karang rawan melukai kaki. Jadi berjalan juga harus tetap waspada liat kanan kiri depan belakang siapa tau ketemu kuntilanak hiiiiiiiiiiii. Walah pokoknya itu 2 jam paling menyiksa, apalagi guidenya bilangnya ”sudah dekat”, ”sudah dekat” denger ada suara air ehh cuma sungai doang. Pokoknya kalau kesini gak terpaksa dan gak suka petualangan mending mikir-mikir deh. Ni aja berangkat biar ngelatih anggota The Pants biar jadi laki-laki sejati bukan lekong kaya di foto ini (baju biru gak pake topi --> Lekong he he he he).

Sesudah 2 jam dihajar lumpur, sempat kepleset 2 kali, keringat udah kering berkali-kali, punggung pegel-pegel akhirnya kedengaran suara debur ombak dikejauhan....naaa ini dia sudah dekat dengan pantai yang dituju. Saking bersemangatnya kami berjalan lebih cepat ehhhh apa yang terjadi sepatu saya jebol solnya gara-gara lumpur hu hu hu catterpillarnya jebolllllll. Untung bawa sendal gunung jadinya masih ada alas kaki pengganti kalau tidak alamat nyeker pulangnya.



Akhirnya sampai juga kita dipantai Segara Anakan dari atas tebing nampak air bergradasi warna biru ke hijau turqoise benar-benar indah apalagi pasir pantainya putih dan halus. Rasanya capek perjalanan 2 jam segera sirna melihat pemandangan tersebut. Tidak menunggu lagi segera kami turun menuju pantai tidak lupa melepas tas langsung bermain air. Benar-benar luar biasa pemandangannya.

Setelah bermain air sebentar maka kami segera menyiapkan lokasi untuk berkemah dan membongkar peralatan. Lokasi yang kami pilih berdekatan dengan tebing dan agak jauh dari pantai dengan alasan kalau pasang tidak menggenangi tenda dan kalau Tsunami kita bisa langsung kabur ke tebing-tebing...becanda..becanda pembaca. Untuk mempercepat tugas karena hari semakin siang maka para wanita nya  ditugasi untuk membuat makan siang, para lelakinya mencari kayu bakar untuk api unggun dan mendirikan tenda. Dan lucunya setelah tenda selesai dan perlengkapan di bongkar dari ransel masing-masing makanan mulai dari aqua, mie, coklat, camilan, dll dst dsb kalau dikumpulkan penuh di satu tenda! Kemah 1 hari bawa perbekalan buat 1 bulan. Pantes berat carrier rata-rata 15 kg ckckckckck.

Akhirnya setelah semua beres maka kami berpuas diri bermain air, berenang dipantai segara anakan yang berpasir halus dan tanpa ombak. Benar-benar pantai ideal, saya setuju sama gambaran blogger perihal Pantai Segara Anak setara dengan Pantainya Leonardo di Caprio di Phi Phi island karena benar-benar seperti surga ditengah kesunyian (walaupun tidak sunyi juga sihhh). Saya suka pantai  dan sudah ke berbagai macam pantai di Bali (Menjangan, Pemuteran, Tulamben, Uluwatu, Padang Padang dll) termasuk pantai-pantai di Irian waktu saya kecil dulu semuanya bagus tapi yang sebagus ini ya cuma Pulau Sempu. Degradasi warna biru ke hijau, pasir putih halus, air nya hangat dan sepi tidak ada tandingannya deh seperti kata orang The Hidden Paradise.






                              





                             

Makin sore semakin ramai pantai Segara anakan dengan oarang yang ingin camping, nah kaya perkampungan kan. Sayang walaupun pantainya bagus namun kelamaan akan jelek karena banyak sampah seperti plastik, botol aqua dll yang berserakan di sekeitar lokasi kemping. Kalau tidak dijaka bukan tidak mungkin Pantai Segara Anak bakal kehilangan keindahannya.

Sambil menunggu senja turun kami duduk-duduk sambil menyeduh kopi sebagian lagi berjalan menyusuri pantai sekedar menikmati sore, yang lain mencari ranting-ranting untuk bahan bakar api unggun. Udaranya khas pantai yakni panas lembab membuat berkeringat namun untungnya angin sepoi-sepoi sehingga terasa sejuk.

Akhirnya malam pun tiba dengan membuka dan memasak bekal yang ada seperti supermi, susis, nugget dll sambil menikmati api unggun. Bahkan ada yang membawa pisang yang segera dibakar di dalam api unggun. Kebetulan saya ditugasi membawa marsmallow jadi mirip orang bule kalau camping he he he he.
                                     

 
Tu pemandangan camp pengungsi lagi bikin makanan

Rasanya bahagia sekali bisa berkumpul dengan teman-teman menikmati alam jauh dari mana-mana (bahkan handphone pun tidak ada signal). Hanya menikmati langit malam dan suara ombak dikejauhan ditemani teman-teman dekat saja. Bahagia sekali saat itu, apalagi mereka memberi kejutan pada saya karena ulang tahun. Mie goreng dikasi nugget dan diberi lilin ulang tahun. Thanks Guys!!!!!!

Tidak terasa malam menjelang, udara semakin dingin dengan angin yang semakin kencang. Dan ternyata hujan derasssssssssss!! Langsung semua kabur ke tenda masing-masing berlindung dari hujan deras dan badai petir. Dag dig dug juga karena ada badai petir dan suara ombak diluar makin mengganas, Beberapa jam kemudian hujan pun selesai, dan ternyata memakan korban, tenda teman-teman lain banyak yang bocor hanya tenda saya yang kering kerontang he he he he. Keesokan harinya shubuh kita langsung bersiap-siap membuat sarapan karena harus segera kembali ke Jember apabila kesiangan bakal sampai tengah malam di Jember.

Siap-siap dimulai beres-beres dimuali akhirnya jam 07.00 persiapan selesai dan dimulailah perjalanan neraka tahap 2 ke teluk Semut. Lebih berat karena disertai hujan gerimis yang membuat medan semakin berat akibat hujan semalam.
 

                                 
 


                             


                                                             
Bersantai dulu sambil menunggu jemputan
 

Setelah berjalan menebus hujan, licin, lumpur kepleset 2 kali (lagi) akhirnya sampailah kita ke teluk Semut untuk menunggu jemputan dari kapal kemarin. Selagi menunggu kita eksis dulu donk he he he he. Selesailah petualangan di Pulau Sempu.


Nah ini beberapa tips saya untuk yang ingin ke pulau Sempu :
1.   Bila ke Pulau Sempu datanglah secara berkelompok. Selain lebih menyenangkan, juga akan ramah di kantong alias irit bin hemat serta tidak buang-buang waktu. Misalnya angkot Turen-Sendang biru, bisa di charter sehingga tidak mengganggu penumpang lain atau ngetem/berhenti menunggu penumpang terlalu lama. Pulangnya pun tinggal minta jemput dari sendang biru. Demikian juga perahu, dengan berkelompok, kita tinggal urunan Rp. 100.000,00 dengan sesama teman.
2.    Pantai sendang biru adalah titik terakhir menemukan air tawar karena di Pantai Segara Anak tidak ada sumber air tawar kecuali di Telaga Lele (yang jaraknya 3 jam perjalanan dari Segara Anak). Berapa botol? Yang pasti tidak cukup satu botol 1.5 liter, tetapi lebih dari itu (apalagi kalau berkemah), karena perjalanan yang cukup berat dan akan banyak menguras tenaga.
3.   Jangan meremehkan kondisi rute di Sempu karena ni akan benar-benar di luar dugaan. Apalagi bagi orang yang awam dengan petualangan alam dan trekking. Kalau musim kemarau, jalurnya tidah terlalu sulit karena jalan tidak berlumpur sehingga bisa ditempuh dengan waktu lebih cepat. Tapi bila sedang musim hujan, bersiaplah menangis karena bertarung dengan jebakan lumpur yang sangat menguras tenaga hingga untuk mengangkat kaki saja rasanya tidak sanggup.
4.   Bila berniat tidak menginap dan berniat pulang sore hari, maka siap-siap bawa bekal minimal lampu senter. Antisipasi bila kemalaman di dalam hutan menuju ke pantai sendang biru.
5.       Di sarankan untuk menyewa penunjuk jalan yang biasanya di tawarkan di BKSDA biasanya petugas nya / warga sekitar dengan tariff sekitar Rp. 100.000,00
6.    Pakailah sandal gunung / sepatu trekking yang mengikat sempurna kaki. Sandal jepit dapat di pastikan akan mudah putus dan licin sehingga mudah melukai kaki sendiri. Kalau tidak punya sewalah di tempat persewaan peralatan camping di Pantai Sendang Biru.

Nahhhh tunggu apalagi segera ke Hidden Paradise............................